Senin, 31 Januari 2011

Kasih Ibu

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic.
Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi manager. Gaji-nya pun lumayan.
Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.
Dirumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be.
Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab A be.
Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).
Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan dirumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Didalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang.. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.
Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring.. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. ” Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi”.
Setelah ibunya sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja kesupermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini kedalam media cetak dan elektronik.
Teman2 yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih ada waktu. Jangan sia-sia kan budi jasa ibu selama ini yang merawat dan membesarkan kita tanpa pamrih. kasih seorang ibu sungguh mulia.

Bila Mama Boleh Memilih

Suatu sore di sebuah rumah, seorang remaja putri baru aja pulang setelah seharian mengikuti pelajaran dan dilanjutkan ekskul di sekolahnya. Dan bukan hal yg mengherankan lagi kalau ia selalu mendapati rumahnya sepi tanpa penghuni kecuali Bik Inah yg lagi menyiram bunga di taman belakang. Ia tau. Pastilah Papanya masih sibuk di kantor, dan Mamanya selalu pulang malem ngurusin usaha konveksinya. Sedangkan kakak satu-satunya hanya pulang seminggu sekali karena harus menyelesaikan kuliahnya di luar kota.

Sebut saja ni anak, Ratih namanya. Seperti biasa sebelum masuk, Ratih selalu menggesekkan alas sepatunya di atas doormat di depan pintu. Segera ia membuka pintu, menutupnya lagi dan kemudian masuk ke dalam kamar.
Tanpa melepas seragam, dia melempar tubuhnya di atas springbed. Sebuah diary kecil ia raih dari saku tas sekolah. Kata demi kata ditorehkannya di lembar-lembar putih itu. Ia tumpahkan segala kekecewaan atas kesibukan orang tuanya dan segala kepedihan serta kesepiannya selama ini. Di raut wajahnya jelas terpancar sebuah kekecewaan yg begitu mendalam.

"ya Allah... kenapa kedua orang tuaku lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang aku anaknya? Kenapa ya Allah..?
Papa... Mama... tahukah kalian? Betapa bahagianya aku andaikan kita semua bisa selalu berkumpul, menikmati teh bersama di teras rumah... sambil memandang langit senja yg memerah... tidakkah kalian menginginkan itu Pa...? Ma...?"

Ratih masih terus larut dalam air matanya yg mulai jatuh membasahi dan melunturkan tulisannya, ketika BB barunya berdering nyaring.

"iya Ma... kenapa??" jawab Ratih malas-malasan.

"udah mandi, Sayang..?"

"belum."

"udah makan..??"

"dah tadi di skul."

"hmmm... keliatannya anak Mama lagi sewot ni... kenapa Sayang..? tadi ada masalah ya di sekolah? bilang sama Mama, mungkin Mama bisa bantu..."

"enggak... sapa juga yg sewot... nggak ada masalah apa-apa koq.."

"ya udah... kalo Ratih nggak mau cerita sekarang, ntar aja kalo kita udah ketemu di rumah. Sekarang Ratih mau kan tolongin Mama? tolong kamu ganti air bunga tuberose di kamar Mama ya... tadi pagi Mama lupa menggantinya."

"iya..."

"hati-hati gucinya jangan sampai pecah... dan ingat..! jangan nyuruh Bik Inah..!"

Setelah melempar BBnya di kasur, segera Ratih bergegas menuju kamar Mamanya dan kemudian membawa guci yg berisi bunga tuberose itu ke keran air di belakang rumah. Setelah itu, dia bawa lagi guci bunga itu kembali ke kamar.
Dan pada saat itulah mata Ratih menangkap sesuatu tergeletak di atas meja rias Mamanya. Sebuah Buku Catatan..! Catatan Mamanya. Buku itu masih dalam keadaan terbuka dan sebuah Pena pun masih menempel manis di atasnya.
Perlahan sekali Ratih mulai menyimak kata demi kata yg berserak di lembar-lembar Buku Catatan itu.
"Anakku... bila Mama boleh memilih, apakah Mama berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka Mama pasti akan memilih mengandungmu...
Karena dalam mengandungmu Mama merasakan keajaiban dan kebesaran Allah. Sembilan bulan, Nak... kamu hidup di perut Mama, kamu ikut kemanapun Mama pergi, kamu ikut merasakan ketika jantung Mama berdetak karena bahagia,
kamu menendang rahim Mama ketika kamu merasa tidak nyaman karena Mama kecewa dan berurai air mata...

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah operasi caesar atau Mama harus berjuang melahirkanmu... maka Mama pasti akan memilih berjuang melahirkanmu...
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga. Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat Mama rasakan. Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua. Malaikat tersenyum di antara peluh dan erangan rasa sakit yg tak pernah bisa Mama ceritakan kepada siapapun.
Dan ketika kamu hadir, tangismu memecah dunia. Saat itulah saat yg paling membahagiakan buat Mama. Segala sakit dan derita sirna, sesaat setelah melihat dirimu yg memerah. Mendengarkan Papamu mengumandangkan adzan, kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu.

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah Mama berdada indah atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu... maka Mama pasti akan memilih menyusuimu.
Karena dengan menyusuimu Mama telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan-tegukan yg sangat berharga. Merasakan kehangatan bibir dan badanmu di dada Mama dalam kantuk Mama, adalah sebuah rasa luar biasa yg orang lain tak kan pernah bisa ikut merasakan.

Anakku... bila Mama boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat, atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle, maka Mama pasti akan memilih bermain puzzle bersamamu. Camkan itu baik-baik, Anakku...

Tetapi ada satu hal yg sepertinya kamu harus tahu... hidup ini memang pilihan. Dan jika dengan pilihan Mama ini, kamu merasa sepi dan merana... maka maafkanlah, Nak...
Maafin Mama... Maafin Mama...

Percayalah... Mama sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yg hilang.
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka Mama juga. Kamu akan selalu menjadi belahan jiwa Mama...
Percayalah Nak... Mama sangat menyayangimu."

Ratihpun tak kuasa lagi menahan linangan air matanya. Kalo tadi hanya menetes satu dua, sekarang ia biarkan itu semua jatuh menetes dan membasahi Catatan Mamanya. Ratihpun menangis tanpa mampu tuk menghentikannya, sampai akhirnya sebuah tangan lembut menyentuh pundaknya dari belakang,

"Mama..??"

"iya Sayang... Mama udah ada disini sejak tadi..."

Tangis Ratih pun bukan makin berhenti tapi malah makin menjadi meski pelukan Mamanya terasa begitu menenangkan kegundahannya.

"Ya Allah, karuniakanlah Mamaku semulia-mulia tempat di sisi-Mu. Karena dia memang layak untuk itu. Ampuni dosa-dosanya ya Allah... Kebaikan dia lebih banyak dari pada kesalahannya. Dan akupun sangat menyayanginya..."


http://www.ikutikutan.com/2010/04/bila-mama-boleh-memilih.html

Kisah Nyata Cinta : Mampukah Kita Mencintai Suami/Istri Kita Tanpa Batas ?

Sahabatku sekalian... hari ini saya akan kembali menuliskan satu kisah cinta yg saya rangkum dari cerita nyata yg pernah ditayangkan di salah satu stasiun TV swasta Indonesia. Saya yakin kisah ini pasti bisa menjadi bekal maupun tauladan bagi kalian dalam mengarungi kehidupan cinta di dunia ini. Inilah salah satu contoh cinta sejati, yg mana ianya tak akan pernah mati walau apapun yg telah dan pasti akan terjadi.

Pesan saya, jangan pernah melewatkan satu katapun dalam membaca kisah ini. Sebab kalau itu kalian lakukan, saya yakin, kalian pasti akan membaca ulang kisah ini dari awal.

Sore itu seperti biasa, beliau pulang dari kerja dan langsung bergegas menuju kamar utama. Dimana seorang wanita paruh baya tengah tergolek lemah di sana tanpa daya. Mata layunya menatap cemas ke daun pintu yg belum terbuka sepenuhnya.
Dilihat dari usianya, beliau ini sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, usia yg sudah senja dan bahkan sudah menapaki malam gulita.
Adalah Bapak Suyatno, 58 tahun, yg kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yg sedang sakit. Usia perkawinan mereka kurang lebih sudah menginjak tahun yg ke 32. Dan dari perkawinan itu, mereka sudah dikaruniai empat orang putra.

Sahabatku sekalian... dari sinilah awal cobaan itu menerpa. Beberapa hari setelah melahirkan anak yg ke empat, tiba-tiba kedua kaki istrinya lumpuh dan tak bisa digerakkan lagi. Awalnya dikira mungkin itu hanya sementara dan pasti akan segera membaik setelah melewati beberapa upaya penyembuhan. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Sebulan dua bulan, setahun dua tahun berlalu, bukan makin membaik tapi justru semakin parah. Menginjak tahun ketiga seluruh tubuh istrinya menjadi lemah dan bahkan terasa seperti tidak bertulang sama sekali. Lidahnyapun sudah ndak bisa digerakkan lagi. Setiap hari dengan penuh keikhlasan, Pak Suyatno mengangkat, memandikan, membersihkan kotoran, mendandani, menyuapi dan lalu membaringkan kembali istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia menggeser meja TV persis menghadap istrinya agar istrinya ndak merasa kesepian.
Walau istrinya tak mampu bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum lemah.
Untunglah tempat usaha Pak Suyatno ini ndak begitu jauh dari rumahnya, sehingga siangnya dia selalu menyempatkan diri untuk pulang menyuapi istrinya makan siang. Sore harinya ketika pulang dari kerja, dia langsung memandikan, mengganti pakaian dan mendandani istrinya. Selepas maghrib dia temani istrinya nonton TV sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian tadi. Meski sang istri hanya bisa memandang dan tak bisa menanggapi, namun Pak Suyatno sudah cukup senang dengan keadaan seperti itu, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap hendak berangkat tidur.
Rutinitas seperti ini sudah dilakukannya kurang lebih selama 25 tahunan. Dengan penuh kesabaran Pak Suyatno merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka. Dan Alhamdulillah sekarang anak-anak mereka sudah tumbuh dewasa, hidup berumah tangga. Tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari yg mungkin sudah mereka rencanakan, sambil menjenguk ibunya, ke empat anak Pak Suyatno berkumpul di rumah orang tuanya. Karena semenjak mereka menikah, masing-masing sudah tinggal bersama keluarganya. Si Bungsupun harus tinggal di kota lain untuk melanjutkan kuliahnya. Dan Pak Suyatno memutuskan, Ibu mereka dia yg akan merawatnya sendiri. Yang dia inginkan hanya satu, semua anak-anaknya menjadi orang yg berhasil.

Ditengah perbincangan mereka, dengan kalimat yg cukup hati-hati Si Sulung berkata,

"Pak... kami pengin banget merawat Ibu. Semenjak kami kecil, kami selalu melihat Bapak merawat Ibu. Dan selama itu pula tak ada sedikitpun keluhan maupun ketidak-ikhlasan yg keluar dari bibir Bapak, bahkan Bapak tidak mengijinkan kami menjaga Ibu".

Dengan air mata berlinang anak yg kedua melanjutkan,

"sudah yg kesekian kalinya kami mengijinkan Bapak untuk menikah lagi, kami rasa Ibupun akan mengijinkannya. Kapan Bapak akan menikmati masa tua Bapak kalau Bapak selalu menghabiskan waktu dengan berkorban seperti ini? Kami sudah ndak tega melihat Bapak. Kami janji, kami akan merawat Ibu sebaik-baiknya secara bergantian".

Sesaat Pak Suyatno terdiam... menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Jari-jarinya tak pernah berhenti mengusap, menyibakkan anak rambut yg menempel di kening istrinya. Matanya menatap jauh ke luar jendela yg terbuka, kemudian menunduk memandang lagi ke wajah istrinya yg terbaring lemah di pangkuannya. Dengan penuh keyakinan dia lalu menjawab,
dan Sahabatku sekalian... sungguh ini adalah jawaban yg sama sekali tidak pernah kita duga sebelumnya.

"Anak-anakku semua... jika perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk mengejar nafsu, mungkin Bapak sudah menikah lagi dan meninggalkan Ibumu sejak dulu, tapi ketahuilah, dengan adanya Ibu kalian disamping Bapak, itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian...."
sejenak kerongkongannya tersekat lalu melanjutkan,
"kalian yg selalu Kami rindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargainya dengan apapun juga. Coba kalian tanya Ibumu, apakah dia menginginkan keadaanya menjadi seperti sekarang ini ?
Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dalam keadaannya sekarang?
Kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Allah kesehatan, dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih sakit?"


Serentak lalu meledaklah tangis keempat anak Pak Suyatno di atas tubuh layu Ibunya. Menyaksikan itu semua, Pak Suyatnopun tak mampu lagi menyembunyikan air matanya. Begitupun istrinya, butiran-butiran kecil terlihat jelas menetes jatuh dari kedua sudut matanya. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu... entah apa yg bisa dia katakan andaikan dia mampu berkata.

Pak Suyatnopun membiarkan saja semua itu terjadi. Dan masih di sela-sela tangis istri dan keempat anaknya, dia melanjutkan, berkata-kata entah ditujukan kepada siapa. Matanya menerawang jauh melintasi masa lalu yg tak mungkin dapat kembali.

"Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya,
tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran dan perhatian, itu semua adalah sebuah kesia-siaan. Saya sendiri yg dulu memilih dia menjadi pendamping hidup. Sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan sepenuh hati dan batinnya, bukan hanya dengan matanya. Dan dia memberikan saya empat orang anak yg lucu-lucu... Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Saya terima itu sebagai ujian buat saya, mampukah saya memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya..? Selamanya..? Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia dalam sakit seperti ini...."



http://www.ikutikutan.com/2010/12/kisah-nyata-cinta-mampukah-kita.html

Kisah Nyata : Perjuangan Cinta Seorang Istri Sejati

Semuanya berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yg mana hiduplah disana sepasang suami istri, sebut saja Pak Andre dan Bu Rina.
Pak Andre adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu, sedangkan Bu Rina adalah anak orang biasa. Namun demikian kedua orang tua Pak Andre, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain rajin, patuh dan taat beribadah, Bu Rina juga sudah tidak punya saudara dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban gempa beberapa tahun yg lalu.

Sekilas orang memandang, mereka adalah pasangan yg sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai kehidupan mapan seperti sekarang ini. Sayangnya, pasangan itu belum lengkap.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akibatnya Pak Andre putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri, yg dianggabnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasi. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan duka yg mendalam, akhirnya Bu Rina pun menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.

Sambil menahan perasaan yg tidak menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak setuju, tapi tampaknya keputusan Pak Andre sudah bulat. Dia tetap akan menceraikan Bu Rina.

Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat, yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yg sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu.
Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun disetujui.

Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu adalah sebuah pesta yg sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yg hadir. Pak Andre nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara Bu Rina tampak terus melamun dan sesekali mengusap air mata nelangsa di pipinya.
Di sela mabuknya itu tiba-tiba Pak Andre berdiri tegap dan berkata lantang,

"Istriku, saat kamu pergi nanti... ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun itu yg kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!"


Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.

Keesokan harinya, seusai pesta, Pak Andre terbangun dengan kepala yg masih berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan disekelilingnya, tak banyak yg dikenalnya kecuali satu. Rina istrinya, yg masih sangat ia cintai, sosok yg selama bertahun-tahun ini menemani hidupnya.
Maka, dia pun lalu bertanya,

"Ada dimakah aku..? Sepertinya ini bukan kamar kita..? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi..? Tolong jelaskan..."

Bu Rina pun lalu menatap suaminya penuh cinta, dan dengan mata berkaca dia menjawab,

"Suamiku... ini dirumah peninggalan orang tuaku, dan mereka itu para tetangga. Kemaren kamu bilang di depan semua orang bahwa aku boleh membawa apa saja yg aku mau dan aku sayangi. Dan perlu kamu tahu, di dunia ini tidak ada satu barangpun yg berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati kecuali kamu. Karena itulah kamu sekarang kubawa serta kemanapun aku pergi. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu..!"


Dengan perasaan terkejut setelah tertegun sejenak dan sesaat tersadar, Pak Andre pun lalu bangun dan kemudian memeluk istrinya erat dan cukup lama sambil terdiam. Bu Rina pun hanya bisa pasrah tanpa mampu membalas pelukannya. Ia biarkan kedua tangannya tetap lemas, lurus sejajar dengan tubuh kurusnya.

"Maafkan aku istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya cintamu buat aku. Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat menceraikanmu sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun..."


Kedua suami istri itupun akhirnya ikhlas berpelukan dan saling bertangisan melampiaskan penyesalannya masing-masing. Mereka akhirnya mengikat janji (lagi) berdua untuk tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya.

Akibat Facebook; Kisah Istri Sholeha Yang Selingkuh Karena Khilaf Harta Dan Fisik

Dikisahkan seorang pemuda saleh, Sidiq
menikah dengan seorang wanita solehah, Anisah. Mereka berdua berasal
dari keluarga agamis, terpandang dan mulia. Kedua belah pihak merasa
sangat berbahagia dan bersyukur kepada Allah SWt. karena telah
dikaruniai pasangan yang sesuai dan cocok dengan hati. Hari-hari yang
mereka jalani penuh dengan keceriaan dan kemesraan.
Sidiq kesehariannya bekerja diluar rumah. Ia berangkat pada pagi
hari dan pulang pada sore hari. Anisah tinggal dirumah sendirian. Untuk
menghibur hati sang istri dan teman dikala kesepian Sidiq membelikan
Anisah komputer. Komputer tersebut diletakkan didalam kamar dan
disambungkan padanya internet. Awalnya Anisah tidak tahu apa-apa
tentang komputer. Sidiqlah yang mengajarkan cara penggunaan komputer.
Hingga pada akhirnya Anisah sudah biasa menggunakan komputer sendiri
dengan baik.
Sehabis menyelesaikan pekerjaan rumah, Anisah memanfaatkan waktunya
didepan komputer, mengakses berita dan mengikuti perkembangan dunia
Islam. Waktu pun terus berjalan dan kehidupan mereka tetap harmonis dan
tentram. Sehingga sampai pada suatu hari, Anisah masuk ruang chating
dan disanalah ia mulai berkenalan dengan banyak orang. Awalnya hanya
tanya jawab tentang nama, tempat tinggal, sehingga karena sudah
keasyikan pembicaraan menjadi panjang dan lebar. Telah banyak teman dan
kenalan Anisah di ruang chating. Dan setiap hari sehabis pekerjaan
rumah, Anisah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk chating.
Hingga pada suatu ketika, Anisah berkenalan dengan seorang pemuda di
ruang chating, namanya Fatih. Chating mereka lakukan dengan menggunakan
kamera. Sehingga diantara mereka saling melihat. Awalnya pembicaran
mereka hanya berkisar tanya nama, tempat tinggal dan lainnya. Namun
chating ini terus berlangsung setiap hari. Sehingga timbullah rasa suka
dihati Fatih pada Anisah. Ia mulai bermanis kata dan merayu. Fatih
mulai berkata-kata yang membuat tersentuh hati Anisah. Setan pun tak
tinggal diam. Membisikkan kedalam hati Anisah hal-hal yang tidak baik.
Anisah berusaha untuk menolak dan melawannya. Namun karena mereka
chating setiap hari, dengan saling melihat, akhirnya sedikit demi
sedikit timbullah dihati Anisah perasaan suka pada Fatih. Sebenarnya
Fatih menyukai Anisah hanya karena kecantikan wajahnya saja, rasa suka
yang berlandaskan pada hasrat nafsu. Dan akhirnya Anisah juga terpedaya
dengan kata-kata dan ketampanan Fatih yang menjadi teman chatingnya
setiap hari tersebut.
Chating itupun terus berlangsung. Dan Sidiq tidak menaruh curiga
pada Anisah. Karena ia sangat percaya pada Anisah. Dan Anisah pun
sangat pandai menyimpan rahasia. Namun sesuatu yang busuk bagaimanapun
pintar menyimpan akan ketahuan juga baunya. Akhirnya Sidiq mulai curiga
dengan gelagat Anisah, sehingga setelah ia selidiki akhirnya ia
mengetahui bahwa Anisah telah menjalin hubungan gelap dengan seorang
pemuda di ruang chating. Fatih sangat marah dan akhirnya ia menjual
komputer tersebut. Dan memperingatkan Anisah untuk segera bertobat pada
Allah Swt. dan meninggalkan pemuda tersebut. Anisah pun mengakui
kesalahannya.
Namun, karena hati telah diberikan pada syetan dan hawa nafsu selama
ini, Anisah merasa masih sulit menghilangkan bayangan Fatih dari
pikirannya. Hatinya telah terpaut pada Fatih. Sehingga tanpa diketahui
oleh Sidiq, Anisah menghubungi Fatih lewat telpon. Ia menceritakan apa
yang terjadi dengan dirinya pada Fatih dan tentang perasaannya pada
Fatih. Rupanya Fatih telah berhasil menjaring mangsanya. Iapun
memanfaatkan kesempatan tersebut, ia mulai merayu dan menggombal. Ia
berkata,
“Kalau kamu menyukai dan mencintai saya, tinggalkanlah suamimu!
Minta cerailah darinya! Saya akan datang untuk melamarmu dan kamu akan
hidup tentram dan bahagia dengan saya.”
Anisah yang telah goyah dan lemah imannya ini mulai terpedaya dengan
bujuk rayu dan janji-janji Fatih. Ia telah dipengaruhi oleh syetan dan
nafsu, ia lebih memilih Fatih dari pada suaminya. Anisah tidak sadar
bahwa syetan dan nafsu sedang menipunya dan ingin menghancurkan dirinya
dan kehidupan rumah tangganya.
Akhirnya, Anisah minta cerai pada Sidiq. Dan terjadilah perceraian
yang tidak diharapkan tersebut. Anisah pulang kerumah orang tuanya.
Keluarganya sangat menyesalkan perceraian tersebut. Dan mulailah Anisah
berhubungan dengan Fatih. Fatih sering datang kerumah Anisah dan
terkadang mengajaknya keluar rumah, dengan mobil mewah yang dimiliki
Fatih.
Hari dan minggu terus berganti, namun Fatih belum juga melamar
Anisah. Mereka masih menjalani pacaran. Sampai pada suatu malam, Fatih
mengajak Anisah menginap di sebuah hotel dan pada malam itu terjadilah
perselingkuhan, terjadilah hubungan yang diharamkan oleh Allah Swt.,
mereka berzina. Mereka telah dikuasai oleh hasrat nafsu dan syetan.
Hari dan bulan terus berganti, tapi Fatih belum juga datang untuk
melamar Anisah. Anisah sangat gelisah dan tidak bisa tenang, ia selalu
diberi janji yang tak pasti. Dan sampai pada suatu hari Fatih berkata
pada Anisah,
” Wahai wanita yang hina, apakah engkau mengira aku akan menikah
dengan wanita seperti dirimu, tidak akan pernah! Aku tidak akan mau
menikah dengan wanita murahan seperti dirimu. Engkau tidak lagi
berharga, engkau adalah wanita kotor dan hina, engkau tidak layak
menikah dengan pemuda terpandang seperti diriku. Aku yakin, kalau
sekali sudah berkhianat, kelak engkau berkhianat lagi. Kalaupun engkau
kunikahi, kelak bila engkau bertemu pemuda yang lebih ganteng dan lebih
kaya dariku pasti engkau akan meninggalkan diriku, sebagaimana engkau
telah meninggalkan suami mu yang baik-baik itu. Dan aku tidak mau hal
itu terjadi pada diriku, sekarang pergi engkau dari sisiku! Jangan
temui aku lagi, aku tidak mau lagi melihat mukamu, aku sudah muak
dengan dirimu.”
Anisah pun berlalu pergi dengan membawa luka mendalam di hatinya.
Hidupnya telah hancur. Masa depannya telah gelap. Ia telah salah selama
ini menilai. Ia telah tertipu dan terpedaya. Penyesalan tidak ada lagi
gunanya. Kembali pada suami yang pertama, tak akan mungkin suaminya mau
menerima dengan keadaan dirinya saat ini, kembali pada keluarganya, ia
merasa malu, ia tidak tahu harus melangkah kemana dan mengadu pada
siapa. Hanya kepada Allah Swt. Mengadukan segala kelukaan dan kesalahan
yang dilakukan selama ini. Anisah telah menyadari kekeliruannya dan
sangat menyesal atas apa yang telah ia lakukan. Tapi, semuanya sudah
terlambat.



http://beritakorslet.wordpress.com/2010/02/07/akibat-chating-di-facebook-kisah-istri-sholeha-yang-selingkuh-karena-khilaf-harta-dan-fisik/

Tiduri Aku…Ibu!!! (Kisah Nyata ?)


.…Tersentak hati Bu Dina mendengar permintaan anaknya. Anak laki-lakinya ingin ditiduri, ingin diberi kehangatan darinya….kehangatan seorang wanita. Kehangatan…hmm……
—oooOooo—
Sebagai seorang wanita yang cantik, Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu, manies dan selalu enak dipandang. Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata hingga ke garis pipi yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur diwaktu senja. Posturnya tubuhnya sangat ideal untuk seorang wanita. Kulitnya yang putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam bergelombang menambah nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya menyebabkan ia sering disebut wanita terseksi.
Dina, seorang wanita karir pada salah satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang cerdas. Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana Komunikasi Universitas ternama.
Loyalitas terhadap perusahaan tidak diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu ’maskot’ pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai ’rising’ star. belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal dekat dengan bawahan. Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan jajaran pimpinan. Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan dikalangan pegawai, gunjingan hingga tentu saja ’fitnah’ dari orang-orang yang tidak menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan menjadi salah satu deputy kepala divisi.
’ah…paling dengan keseksiannya’ kata mereka yang tidak suka.
—oooOooo—
”Ibu mau kemana….?” tanya Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke kantor nak…” jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya
”Kok masih gelap bu….bareng ayah gak bu…?” tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel
”Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya
Jam masih menunjukkan pk. 04.25 pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya masih terlelap, kecuali Fitri yang terbangun karena mendengar suara peralatan riasnya.
”Aku tidak boleh terlambat…aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang..” pikir Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….” kata Fitri
”Iyya nak….”
.Dina mencium kening anak puteri satu-satunya itu. Dengan penuh kasih sayang dipeluknya erat sambil berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si Mbok ya….sarapan disekolah juga gak apa-apa kok…Ibu harus berangkat pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi pagi…kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi…” keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk Fitri. Untuk sekolah Fitri dan Adit…..untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan masak-masakan…” jawab Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam. Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok…sekolah juga sama si Mbok….” keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau berangkat…..kamu berangkat sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.
Dina segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas rona merah diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan ’rona merahnya’. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah merubah tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya…
”Huh…Fitri selalu membuat aku marah….Fitri sering memperlambat jalanku ke kantor…” keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina mempercepat langkahnya. Sampai diteras rumah keraguan muncul dihatinya….Dia belum sempat bicara dengan Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah…”
—oooOooo—
Presentasi mengenai pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi, kemitraan dan pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi dan Mitra Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak putus.
Senyum sumringah tersembul dari wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga hatinya. Dia menghela nafas panjang. Memejamkan mata sesaat….”Akhirnya aku berhasil….”
Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya…….
”Dina selamat ya….tidak sia-sia kami menempatkan kamu sebagai Dept Head Promosi & Kemitraan…..” kata seorang Direksi sambil menjabat erat tangan Dina.
Jabatan tangan yang terasa ’lain’. Terasa ada getaran ’hangat’ yang menjalar melalui jari-jari terus hingga pangkal tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup kencang…entah perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya pikirannya ’kacau’, hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri apa
”Dina, kerja kamu luar biasa…..masih muda, cantik, jenius….tak salah jika Perusahaan memberimu posisi tsb…..” kata seorang Komisaris
Pujian komisaris menambah kencang degup jantungnya…seolah darah berhenti mengalir. Seolah kaki sulit untuk digerakkan. Dengan menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima kasih…semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak…”
”Berapa usiamu sekarang… adakah 40…?” tanya Komisaris itu lagi
Dina tersipu malu…..rona merah kembali menghiasi wajahnya….
”Saya baru 34…. Pak…” jawab Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi…semoga kamu sukses ya….”
Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi….? ah, gak mungkin… aku salah dengar….
—oooOooo—
Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun.
Ohhhhh….lelah pikiran dan badannya membuatnya agak sedikit malas untuk bangun. Namun undangan stake holder untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe Padang Golf mengharuskan dia untuk segera bergegas…..
”Ah….ngantuknya…..”
Dina kembali merahkan badannya….rasanya dia ingin meliburkan diri bersama anak-anaknya….terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan Direksi dan Komisaris adalah sebuah ’Perintah’…laksana titah Raja yang harus dijalankan, meskipun hanya ajakan sambil lalu…
”Ahhhh…..”
Dina mulai menyiapkan diri. Mandi pagi dan sedikit bersolek….tampil agak cantik dan…hmmmm..seksi dikit rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama orang-orang penting ’penguasa’ kantor….’apalagi bila….bila ada yg tertarik padaku…’ pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi
”Ibuuuu….Tolong tiduri aku Bu….” seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarung entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran
”Adiit….” seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…semalam aku gak bisa tidur…aku kepikiran Ayah….aku ingin bermain bersama Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk kantor….Ibu akan bertemu Bos di kantor…” jawab Dina
”Ibuuu…tolong tiduri aku…aku ngantuk …pengen tidur bareng Ibu…” pinta Adit, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya…
Dina terdiam. Hatinya semakin membuncah….perasaan malas memenuhi undangan Direksi kembali muncul….tapi motivasi untuk memperlihatkan loyalitas demikian tinggi…dus, dia sudah berdandan seksi.
Diusap-usap perlahan kepala Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip seperti rambutnya. Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk pada ayahnya…
”ahhh..aku jadi ingat Mas Darman. Wajah Adit mirip ayahnya….semalam dia memberi kabar kalau Meeting di bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut datang….” bathin Dina dalam hati….seketika ia merasa bersalah dengan suaminya.
”Adiiit, Ibu harus pergi sayang…..Ibu harus masuk kantor…..”
”Tapi buu…” Adit tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga kepala Adit berpindah ke bagian pinggir tempat tidur.
Dina meneruskan riasannya dimuka cermin yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi lipstick tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari Mas Darman suami tercinta.
”Mas Darman pasti akan silau bila melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku ’Cantiiik’..hehehe…sayang dandananku saat ini untuk orang lain….”
”Huk..huk..huk..” suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin” tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu kembali terdengar
“Mboookkk….tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya
Tepat pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena pertemuan dan sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi biasanya banyak yang sudah datang dengan perlengkapan stick golf, termasuk pemilihan ’caddy’ pendamping permainan golfnya nanti.
—oooOooo—
Dina sangat menikmati suasana Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak ada lagi perasaan canggung, malu dan minder bercengkerama dengan jajaran Direksi, Komisaris dan Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam acara yang dikemas secara informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran elit perusahaan.
”Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu…meski tak layak ku harap debu Cinta-MU” ringtone HP Dina berbunyi….
”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak”
”Meski begitu ku akan bersimpuh… Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu….” ringtone itu terus berbunyi…
Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yahas…” jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?” tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…”
”kapan pulangnya…Adit sakit di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja yang pulang segera”
—oooOooo—
Pk. 15.30 Dina kembali kerumahnya. Sarapan Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan dengan acara ramah tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien. Beberapa Kontrak Kerja ’deal’ setengah kamar dalam ramah tamah itu. Dina baru mengetahui kalau banyak ’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang putus di Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih santai dan informal….pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari hati ke hati
Tiba di ujung jalan pemukiman, Dina melihat banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa nampan, rantang dan gelas-gelas kecil.
”Ada apa ini…?” tanya Dina dalam hati
Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya….
Tak berapa lama Dina tersentak. Kakinya kaku tak bisa digerakkan….dia melihat banyak orang berkerumun dipekarangan rumahnya. Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah…
”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk”
Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak.
Air mata Dina deras mengalir ketiak ia melihat seorang bapak berpeci hitam dan berpakaian muslim putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur’an. Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan tangis. Kadang sesegukan sesekali menghambat laju bacaan Qur’annya..
”Mas Darman…..Ayahhhhhh” seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal Yah….?” tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi
”Ayah..siapa yah….?” tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup
Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.
”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu
”Maafkan Ibu Nak….maafkan Ibu nak…….” teriak Dina keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan beberapa orang yang berada di luar juga berlari kearah rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang…Ibu sudah pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama mu….”
Dina meraung keras seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya….air matanya mengalir deras. Tak kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu agar kembali bergerak….namun Mas Darman segera merangkulnya. Memeluknya. Dan mencium keningnya…
”Bu….ini salah kita..salah Ayah….Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga..”
”Bukan Yah…ini salah Ibu…tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak…”
”Ya sudahlah…ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong…..”
—oooOooo—
Anak, isteri, suami dan keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang paling indah adalah istri yang sholeh (Amar’atush-Sholihah), suami yang adil (’imamun ’adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya (awaladdun sholihin yad’ulah)




http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/tiduri-aku%E2%80%A6-ibu%E2%80%A6kisah-nyata/

Rabu, 26 Januari 2011

MEJA KAYU BUAT AYAH DAN IBU ? ( Anak adalah foto copy kita )

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah.

Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. ”Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. ”Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini.”

Lalu, suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring dan gelas, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.
Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua kejadian itu setiap hari dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. ”Kamu sedang membuat apa?” Anaknya menjawab, ”Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saat Aku sudah besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Setelah kejadian itu Mereka makan bersama di meja makan seperti semula. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Renungan

Anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak.
Sahabat….sesering apakah kita menangis mendo’akan anak-anak kita agar tak terjerumus di lembah maksiat yang kini telah menembus seluruh lorong ruang dan waktu ?

Sesering apakah kita meratap memohon agar anak-anak kita memiliki benteng keimanan yang mampu menahan serangan pergaulan bebas dan narkoba yang telah merajalela ?

Sesering apakah kita menumpahkan air mata ini untuk anak-anak kita agar kelak mereka senantiasa memohonkan ampunan untuk kita ketika kita telah terlelap di alam penantian nanti ?
Seering apakah kita mengantar tidur malamnya dengan cerita-cerita indah penuh keteladanan ? dan keteladanan yang mana pula yang sering kita peragakan dihadapan mereka ?

Tiga hal yang akan abadi bersama kita sampai ajal kita datang nanti :
1. Amal Jariah ( Wakaf dan Sedekah )
2. Anak Yang Sholeh yang selama hidupnya selalu mendo’akan kita
3. Ilmu Yang Bermanfaat yang memberi dampak kebaikan kepada banyak orang

Menangislah, karena tumpahnya air mata kita karena takut kepada Allah kelak.


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6743531

ONGKOS KE AKHIRAT

Saya menemui Ibu Ela di rumahnya, depan mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng, Bogor. Menemuinya tidak butuh waktu lama, karena hampir semua orang di dekat mesjid itu kenal Ibu Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.

Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”
“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya..
“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi
“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.
“Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastic dari botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab itu tadi panjang lebar.

Informasi yang saya terima ternyata benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang, bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.

Tak beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang, banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu.

Saya langsung menyapa.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..
“Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan, dan mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.
“Oh.. boleh, silahkan masuk.”

Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang. Saya menunggu di depan. Tak beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun dibuka.
“Silahkan masuk…”
Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’ yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik biasa dimatikan. Berhemat katanya.

“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.
Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku dengan kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panic yang diisi air. Ibu Ela harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.

“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.

Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.
Ibu Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya Tanya aktivitasnya selain mencari plastic,
“Mengaji…” katanya
“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya

“Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.

Oh.. jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.

Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.

Saya tanya lagi,
“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”
“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.

“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.
“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela
“Kok jalan kaki…?” tanya saya penasaran.

Penghasilan Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000 sehari.

“Iya.. mas, saya jalan kaki dari dini. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos, nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz…” Ibu Ela menjelaskan.
“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?” Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.
“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.
“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.
“Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik saya di akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.

Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!
Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!

Ibu Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan keuangan seperti itu.

Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat kelak?

‘Wawancara’ yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir. Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela kembali, mungkin minggu depan.

Saya sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya bisa membuat ‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan. Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.

Minggu depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)

Kru yang bersama saya adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya, Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya.

Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10 juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.

Ibu Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya. Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...

Sudahkah kita menyisihkan ongkos ke akherat?




http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6743531

Senin, 24 Januari 2011

Sedekah dengan Uang Terakhir (Kisah Nyata)

Cerita ini dialami oleh guru agama saya. Saya ingat betul dia menceritakan kisah ini saat dia mengajar mata pelajaran agama Islam di kelas saya (SMA) sekitar tahun 1992. Cerita ini tidak pernah saya lupakan karena inilah cerita pertama yang saya dengar tentang balasan nyata sebuah sedekah.
Guru agama saya sewaktu masih kuliah, hidupnya sangat pas-pasan. Untuk makan harus dicukup-cukupkan agar dia bisa membayar biaya kuliah dan tempat kos. Maklum, orang tuanya di kampung adalah keluarga yang sederhana. Karena tekad yang kuatlah guru agama saya berani meneruskan kuliah agar dia bisa menjadi seorang sarjana agama Islam waktu itu. Modal utama dia hanyalah keyakinan bahwa Allah pasti akan menolong umatnya yang memang berniat ingin berjuang di jalan Islam. Memang benar, keyakinan itu terjawab. Banyak sekali rejeki dari mengajar ngaji panggilan yang dia dapatkan selama kuliah. Bayaran yang dia terima besar karena rata-rata yang memakai jasa dia adalah orang-orang kaya.
Suatu ketika, guru saya kehabisan uang. Di saku celananya hanya tersisa uang untuk sekali makan dan naik kendaraan ke salah satu muridnya. Hari itu adalah jadwal mengajar di salah satu anak pejabat dan biasanya tanggal itu waktunya orang tuanya ngasih amplop untuk jasa mengajar dia. Setibanya di rumah muridnya, dia hanya ditemui pembantu sang pejabat yang mengatakan semua keluarga ke luar kota karena ada sesuatu yang sangat penting.
Dengan lemas, guru saya pulang dengan jalan kaki. Karena jika dia naik kendaraan, berarti dia tidak makan nanti sorenya, karena uang yang ada di saku cuma cukup untuk sekali makan. Saat berjalan pulang, dia bertemu dengan nenek tua yang kelaparan. Dia kasihan. Dengan mengucap bismillah dia memberikan uang terakhirnya untuk nenek tersebut. Dia berkeyakinan, Allah pasti akan menolong dia saat dia lapar nanti, karena saat ini yang paling membutuhkan adalah nenek tua tersebut.
Rupanya harapan guru saya langsung dikabulkan Allah. Baru beberapa langkah, dia menemukan uang di pinggir jalan yang cukup untuk dia makan selama satu bulan. Beberapa hari kemudian, pak pejabat menitip kabar pada kawannya untuk segera ke rumah mengambil honor mengajar ngaji. Pak pejabat memberikan 3 kali lipat honor ngaji guru saya karena dia baru mendapatkan rejeki. Bukan hanya itu, pak pejabat itu juga memberi referensi untuk mengajar ngaji di tempat temannya yang lain.
Dengan berlinang air mata, guru saya berucap itulah balasan sedekah yang diberikan oleh Allah pada umatnya yang benar-benar ikhlas. Dia mengingatkan pada kami sekelas untuk senantiasa bersedekah, karena bisa membersihkan harta dan selalu dekat denganNya. Hikmah dari kejadian ini adalah, dengan keiklasan dan keyakinan akan pertolonganNya, serta doa yang tiada henti, pasti rejeki akan mengalir seperti air dalam kehidupan kita. Terakhir saya dengar sekitar tahun 1996, guru agama saya tersebut sedang mencari tanah untuk mendirikan pondok pesantren.
Semoga guru saya tetap sehat walafiat dan selalu diberi rahmat dan hidayahNya. Saya tidak tahu di mana sekarang dia mengajar, sebab saat saya kekas 3 SMA dia pindah mengajar ke kota lain.


sumber http://motivasi.petamalang.com/bersedekah-dengan-uang-terakhir-nyata/

Bekerja Sepenuh hati

Suatu Ketika Mercedez Benz owner memiliki masalah dengan kran air di kamar mandi dalam rumahnya. Kran tersebut selalu bocor sampai Big Bos Marcedez itu khawatir akan keselamatan anaknya yang mungkin saja dapat terpeleset dan jatuh.
Mengikuti rekomendasi temannya, Mr. Benz menghubungi tukang ledeng agar memperbaiki kran miliknya. Akhirnya dibuat perjanjian untuk memperbaiki yaitu 2 hari kemudian. Karena si tukang ledeng cukup sibuk. Sama sekali si Tukang ledeng tidak mengetahui bahwa si penelpon adalah  termasuk orang penting, pemilik perusahaan mobil terbesar di Jerman.

Setelah ditelpon, satu hari kemudian si tukang ledeng menghubungi Mr. Benz untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena telah bersedia menunggu hingga satu hari lagi.
Mr. Benz-pun kagum atas pelayanan si tukang ledeng dan cara berbicaranya.
Hari berikutnya pada hari yang telah ditentukan, si tukang ledeng datang untuk memperbaiki kran yang bocor di rumah Mr. Benz.
Setelah diutak-atik, akhirnya kran pun selesai diperbaiki dan setelah menerima pembayaran atas jasanya, si tukang ledeng pulang .
Sekitar 2(dua) minggu kemudian setelah hari itu, si tukang ledeng menelpon Mr. Benz untuk menanyakan apakah kran yang telah diperbaiki sudah benar-benar beres dan tidak ada masalah yang timbul? Ternyata Mr. Benz puas akan kerja si tukang ledeng dan mengucapkan terima kasih atas pelayanan si tukang ledeng. Mr. Benz berpikir, bahwa orang ini pasti orang yang hebat walaupun hanya tukang ledeng.
Beberapa bulan kemudian Mr. Benz merekrut si tukang ledeng untuk bekerja di perusahaannya. Tahukah Anda siapa namanya?
Ya, dialah Christopher L. Jr. Saat ini jabatannya adalah General Manager Customer Satisfaction and Public Relation di Mercedez Benz !

Minggu, 23 Januari 2011

Dibalik Kisah Seorang Papa


Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..
Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.
Lalu bagaimana dengan Papa?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,
tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,
tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil……
Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.
Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.
Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja….
Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”.
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga..
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu…
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama….
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’)
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir…
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut…
Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa”
Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti…
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa
Ketika kamu menjadi gadis dewasa….
Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain…
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan…
Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “Tidak…. Tidak bisa!”
Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Papa tahu…..
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya….
Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia….
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa….
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: “Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik….
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik….
Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih….
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….
Papa telah menyelesaikan tugasnya….
Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita…
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..
Ya, Papa adalah Orang yang Luar Biasa. Papa biasanya ada di balik layar, menyuarakan semangat dan motivasi pada anak-anaknya. Papa sosok individu yang tidak banyak bersuara namun Beliau selalu memperhatikan segala kebutuhan anaknya dan juga selalu mensupport anaknya. Ya, pemirsa, saatnya kita mendengarkan cinta lagi. Mari kita ciptakan kebanggaan dan kebahagiaan buat Papa kita masing-masing, sehingga Beliau bisa berkata,”Anakku, saya bangga punya anak sepertimu”.


Kisah si Pendekar Bodoh


 Pertunjukan di Studio 4 akan segera dimulai. Para penonton yang sudah memiliki karcis, dipersilahkan memasuki studio 4. Para penonton yang belum memiliki karcis, silahkan membeli karcisnya… Haha… Kayak di Studio Bioskop saja… Oke, inilah kisah cerita motivasi “Si Pendekar Bodoh”
Ada seorang pemuda yang sedang berguru belajar ilmu Kungfu untuk mengikuti kejuaraan Internasional Kungfu. Pemuda ini kita sebut saja namanya si A (Anton Huang, hehe..bercanda..) dan gurunya di B. Pemuda ini minta diajari ilmu Kungfu andalan si Guru Kungfu terkenal ini. Pemuda ini ditempa dulu fisiknya oleh gurunya ini dengan menimba air dan membawa air dari pegunungan ke padepokan Kungfu mereka. Setelah fisik dan mentalnya dilatih, akhirnya pemuda A ini pun diajari oleh guru ini.
Guru kungfu terkenal ini mengajarkan dua jurus, yaitu jurus menerima serangan orang, dan membalikkan serangan itu. Setiap harinya Pemuda ini diajarkan oleh Gurunya ini ilmu 2 jurus ini. Pemuda A awalnya senang hati, ia bersemangat latihan. Namun, setelah sebulan lebih, dua bulan berlalu, bahkan 6 bulan sudah,dan akhirnya setahun, ilmu yang diajarkan oleh Guru Kungfu ini juga tetap ilmu yang sama, ilmu yang itu-itu juga. Si Pemuda merasa heran, dan akhirnya ia pun mengajukan pertanyaan pada gurunya.
“Guru yang Bijak?”Boleh murid bertanya.
“Ehmm.. silahkan muridku. Apa yang mau ditanyakan olehmu?” Jawab Gurunya sambil membelai jenggot panjang yang menyeruak kesana kemari ditiup angin pegunungan.
“Sudah setahun lebih saya diajarkan 2 jurus ini. Apakah saya dengan 2 jurus ini saja sudah bisa memenangkan kejuaraan Kungfu Internasional?” tanya si Pemuda.
“Ya!!” Jawab singkat Gurunya..
“Tapi Guru…” pertanyaan si Pemuda terhenti…
“Kamu percaya tidak pada saya sebagai gurumu?” tanya Sang Guru.
Melihat sikap gurunya dan keseriusan gurunya, akhirnya si Pemuda pun memutuskan tidak bertanya lagi dan percaya saja pada apa yang dikatakan oleh gurunya.
Si Pemuda A ini pun melanjutkan lagi latihan 2 jurusnya. Hingga akhirnya tibalah kejuaraan kungfu antar kabupaten di propinsinya. Ia pun mengikuti perlombaan itu. dan akhirnya memenangkan perlombaan itu, dan mewakili sebagai juara propinsi untuk mengikuti tingkat Nasional.
“Terima Kasih Guru.. Saya sudah memenangkan lomba Kungfu antar kabupaten, dan akan mengikuti tingkat Nasional..Semua berkat bimbingan guru”ucap terima kasih pemuda A pada gurunya..
“Anda tidak usah berterima kasih pada saya. Justru sayalah yang seharusnya berterima kasih pada Anda. Itu semua berkat ketekunan, kerja keras, dan kerjasama yang Anda berikan pada saya (hehehe..kayak perkataan pak SBY saja…), ucap Sang Guru.
“Guru, Saya mau minta diajarkan lagi jurus-jurus ampuh lainnya… Bagaimana agar saya lebih cepat dan lebih baik mengalahkan musuh (haha…kayak iklan pak JK saja, lebih cepat lebih baik)..),”ucap si Pemuda ini.
“Kamu latihan lagi ilmu andalan 2 jurus itu…”ucap Sang Guru.
“Guru??? Masih ilmu itu juga?? Ini kan perlombaan tingkat Nasional. Banyak pendekar-pendekar Mumpuni nan Jago.. “ucap si Pemuda Lagi.
“kamu percaya gak sama Gurumu ini,”ucap sang Guru.
“Percaya Guru. Guru adalah Guru Kungfu Terkenal,”ucap si Pemuda.
“Kalau begitu, Kamu Pasti Bisa (haha..kayak iklan kampanye Mega-Prabowo)…”Ucap Sang Guru.
“Lanjutkan,”lanjut Sang Guru Lagi.
Akhirnya si Pemuda ini pun berlatih lagi, melatih lagi ilmu 2 jurusnya. Dan tibalah kejuaraan nasional, dan ia pun mengikuti perlombaan itu. Dengan mengandalkan 2 jurusnya ini, si Pemuda merontokkan musuhnya satu persatu.  Hingga akhirnya di Final Kejuaraan Nasional, ia pun berhasil menjadi Juara. Sekali Lagi, dengan 2 jurus Andalan tadi.
Ia pun senang sekali. Hasil kerja kerasnya dan ketekunannya telah membawanya menjadi Juara Nasional Kungfu di Negaranya. Selanjutnya, ia menemui lagi gurunya..
Apakah si Pemuda Ini akan menang di Kejuaraan Kungfu Internasional? Apakah tetap akan menggunakan 2 Jurus Andalannya itu?
Gedubrakk!!!….
Si Pemuda A baru saja membanting lawannya di dalam pertandingan Kungfu Internasional. Lawannya terjerambab di lantai, kini terbaring di lantai tanpa bisa bangun. Wasit pun mulai menghitung : 1…2…..3….4….5….6…7….8….9…
Lawan si Pemuda tiba-tiba bangkit dan menyerang si Pemuda A… Dengan sigap dan cepat, si Pemuda A menangkap serangan musuhnya, dan membalikkan serangan itu…
“Bummmmm….”

Tubuh si lawan jatuh di lantai, bagaikan sekarung goni beras 100kg…
Wasit kali ini menghitung lagi, 1….2…3….4….5…6….7….8…9….
si Lawan bangkit lagi, …namun… belum sempat ia menyerang, tubuhnya terjatuh lagi.. Ia menyerah kalah pada si Pemuda A. Ia bertekuk lutut.. Ia mengakui kehebatan si Pemuda A…
Si Pemuda A pun difoto sana-sini oleh para wartawan pemburu wanita, eh..salah, pemburu berita.  Si Pemuda A mendapatkan Juara Kungfu Internasional di dunia Antah Berantah…Hehe… Ya karena ini kisah, cerita motivasi rekayasa… haha.. Saya bukan Kho Ping Ho.. Saya juga bukan Samo Hung, bukan pula Jackie Chan, saya kan Anton Huang, bukan Steven IceBerg, eh, Spielberg.. sutradara Transformers 2.
Saya adalah Anton Huang… Saya adalah seorang pemuda Bodoh, yang hanya membagikan cerita motivasi ini, kisah bodohnya, sharing motivasi dan inspirasi dari pengalaman hidupnya dan pengalaman teman-temannya.
Maksud saya membagikan kisah si Pendekar Bodoh ini, adalah intinya, maksudnya…
Untuk Menjadi Sukses, kita tidaklah harus pintar atau menguasai semua bidang. Yang penting adalah Konsisten dan Komitmen pada apa yang Kita jalankan. 2 Jurus inilah yang membuat seseorang sukses. Konsisten dan komitmen melakukan, belajar, melakukan, belajar. Miliki sebuah sistem sukses, dan lakukan itu secara berulang. Orang yang sukses adalah orang yang banyak melakukan pengulangan. Ketika dia jatuh, ia bangkit lagi. Ketika ia jatuh, ia bangkit lagi. Hanya 2 Jurus ini yang perlu dilakukan agar Sukses : Di setiap kali jatuh, bangkitlah.. Jatuh Bangkit. Jatuh Bangkit. Jatuh Bangkit.
Orang yang kelihatan bodoh, melakukan hal yang sama terus menerus, ternyata bisa jadi malah menghasilkan sukses. Orang yang terlalu pintar, pandai menganalisa, selalu berganti bisnis tiap kali jatuh, ternyata bukanlah orang yang sukses nantinya. Karena ia terlalu pintar!! ketika jatuh, ia “pintar” sehingga bisa mengatakan :”Ahh…saya kan tidak cocok di bisnis ini” dan akhirnya berganti ke bisnis baru. terus jatuh lagi, dan berkata lagi “ahh…saya tidak cocok di bisnis ini.” Kalau begini terus, kapan suksesnya?
Jatuh Bangkit Jatuh Bangkit… Inilah 2 Jurus Bodoh Untuk Sukses!!
Oke. Sampai Jumpa di Puncak Sukses!!
Salam Hebat Luar Biasa buat Anda Semua, Para Pemenang Sejak diLahirkan!!!
Saya ingin Anda smua Sukses, sehingga kita Berkumpul nantinya bukan hanya di blog antonhuang.com ini, namun kita berkumpul suatu hari, 1-2 tahun ke depan, di Dunia Sukses, dan bercerita tentang Kisah Sukses masing-masing. Berbagi cerita motivasi dan kisah motivasi pada banyak Orang, agar Lebih banyak Orang juga mencapai Kesuksesan!!

Kisah Dua Tukang Sol


Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.
Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.
Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.
“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.
“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.
“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.
“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”
“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.
“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.
“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.
“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.
Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.
“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”
Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.
Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,
“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”
Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,
“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”
“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.
“Abang yakin?”
“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.
“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.
“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.
Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.
“Apa kabar mang Udin?”
“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.
Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,
“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”
“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.
“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.
Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,
“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”
“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.
Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.
“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.
Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.
“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.
“Tidak.”
“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”
Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.
“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.
“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”
Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.

Kamis, 20 Januari 2011

Cerita Renungan Cintailah Ibumu


Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya.Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”
“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
“Ada apa nona?” tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi… ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang lalu berkata:
“Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Ana terhenyak mendengar hal tsb.
“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal , aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah
“Ana, kau sudah pulang. Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang s angat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita



sumber "http://artikelindonesia.com/cintailah-ibumu-cerita-renungan.html"

[Cerita Motivasi]Kisah Wortel,Kopi dan Telur...



“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

Sumber "http://ekojuli.wordpress.com/2009/04/16/cerita-motivasi-kisah-wortel-telur-dan-kopi/"